Sebulan
lamanya Israel meluluhlantahkan jalur Gaza, yang disebut sebagai gembong tempat pasukan Hamas bersembunyi. Lebih
dari 11.000 nyawa sipil melayang tanpa ampun. Gempuran rudal, misil dan bom
menjadi pemandangan mimpi buruk rakyat Gaza setiap harinya dan rakyat Gaza di bagian
utara dipaksa mengungsi ke selatan atas nama keselamatan.
Ask Middle East |
Israel
dengan dukungan Amerika Serikat secara sadis dan brutal melumpuhkan Gaza dari
segala lini dan selama sebulan media barat dan timur sibuk beradu narasi antara
benar dan salah, tidak lupa sosial media banjir ulasan sejarah yang diberikan
oleh sejarawan karbitan yang sekedar mencari pangggung atau berlindung dengan
dalil simpati. Tidak ada yang salah sebenarnya jika titik akhirnya niat untuk
menyuarakan kemanusiaan. Ulasan para analis inteligen, pengamat militer,
peneliti timur tengah, para relawan hingga akademisi terkemuka Indonesia wara-wiri
di TV memberikan pandangan mereka tentang konflik Palestina dan Israel dalam
kurun waktu 75 tahun terkahir.
Mendengar
ulasan mereka kemudian membawa saya berpikir keras mengapa negara-negara Arab sama
sekali tidak bertaring untuk menyuarakan kondisi GAZA hari ini. Sebagian dari
mereka hanya mengirim kecaman, kutukan dan sebagainya. Bukankah tujuan utama
berdirinya Organisation of Islamic Cooperation atau OKI adalah membantu
kemerdekaan Palestina. Namun sampai hari ini negara-negara Arab terlihat jelas
tidak memasang badan untuk Palestina. Gempuran isarel memasuki hari ke-37 mereka
seolah tertidur dan tidak mau repot.
Tragedi
NAKBA 1948 mereka biarkan kembali terulang setelah 75 tahun. Pedihnya hati
menyaksikan rakyat GAZA sepanjang mengangkat tangan mereka berjalan menuju arah
selatan setelah tantara Israel meminta mereka mengosongkan daerah utara. Semoga
Tuhan melindungi mereka!
Mengapa
para penguasa Arab kehilangan semangat membantu Palestina?
Mengutip
Al-Jazeera
The
Palestinians have lost their Arab allies amid Arab regimes’ increasing
authoritarianism and dependence on the US.
(Imad
K. Harb)
Palestina
telah kehilangan sekutu mereka dan rezim-rezim Arab hari ini secara politik sangat
bergantung terhadap Amerika Serikat. Seperti yang diketahui Amerika Serikat
juga memainkan industri senjata mereka di Timur Tengah untuk bisa berputar maka
perang harus diciptakan. Pasokan senjata Israel juga sepenuhnya berasal dari
Amerika. Negara Arab untuk membantu perang juga harus mengeluarkan cost
yang tidak sedikit ditambah dengan ancaman Amerika yang setiap saat mampu menghancurkan
politik dalam negeri dengan membuka kartu “As” para pemimpin Arab hari ini.
Yang
paling menyayat hati ketika mendengar pangkalan militer Amerika banyak sekali
dibangun di Timur Tengah. Bukankah itu memudahkan mereka melancarkan serangan hingga
mengirim logistik bantuan senjata terutama menuju Israel. Seperti sindiran presiden
Anwar Saddat di tahun 1977 ketika mengatakan 99 persen Timur Tengah di bawah
kendali kontrol Amerika.
Kekejian
Israel tanpa rasa takut karena melihat negara-negara Arab hari ini terpecah-pecah.
Solidaritas untuk bersatu membebaskan Palestina sudah tidak ada terbukti dengan
beberapa negara Arab seperti UAE dan Bahrain menormalisasi hubungan dengan
Israel. Saya pikir hanya Indonesia yang setia tidak membangun hubungan apapun
dengan Israel (sepengetahuan saya sampai hari ini). Indonesi begitu berempati
dan menyayangi bangsa Palestina sejak era Bung Karno.
Lemahnya
independensi Palestina untuk bersatu alias satu suara dalam menentukan keputusan
politik, terbukti sampai hari ini internal mereka masih terpecah di West Bank ada
Fatah dan di Jalur Gaza dipegang Hamas. Keduanya memiliki pandangan keras yang
berbeda dalam melihat hubungan Palestina dengan Israel. Namun apapun itu semoga
kekejian Israel di Gaza hari ini bisa menjadi momentum kedua pihak bisa bersatu
demi menyelamatkan rakyat Palestina.
Semoga
bangsa Arab yang tertidur segera bangun membantu pembebasan Palestina dari kebiadaban
Israel dan sekutunya.
0 Comments